Pelatih Arema FC, Javier Roca menjadi saksi hidup tragedi Kanjuruhan yang merenggut nyawa seratusan penonton.
Javier Roca diwawancarai oleh Carrusel Deportivo, program olahraga Spanyol yang disiarkan di CADENA SER pada Senin (2/10/2022).
Sedikitnya 125 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka akibat kerusuhan suporter Arema FC dan tindakan represif aparat di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Minggu (1/10/2022) malam WIB.
Baca juga :
Jasa Pbn Premium
Jasa Pbn Berkualitas
Jasa Pbn
Kejadian tragedi Kanjuruhan bermula dari kekalahan 2-3 Arema FC kontra Persebaya Surabaya dalam derbi Jawa Timur (Jatim) dengan tensi dan gengsi tinggi.
Cerita Javier Roca
Suporter Arema, Aremania menyerbu ke lapangan dan dibalas tembakan gas air mata oleh polisi sehingga penonton berhamburan, berdesakan, hingga berkerumun yang berujung banyak orang menjadi korban jiwa.
Javier Roca mendeskripsikan derbi Jatim sebagai “siapa pun yang menang adalah yang terbaik, dan siapa pun yang kalah harus mati.”
“Begitulah. Saatnya untuk bercermin,” ujar arsitek asal Chile tersebut di Carrusel Deportivo terkait tragedi Kanjuruhan.
“Saya hancur secara mental. Saya merasakan beban yang sangat kuat, bahkan tanggung jawab. Hasil memerintahkan dan menentukan apa yang terjadi pada akhirnya,” tutur Javier Roca.
Javier Roca Berkisah
Javier Roca mencoba merunut apa yang terjadi di ruang ganti Arema FC saat kerusuhan itu terjadi. Sejumlah penonton masuk ruang ganti dan beberapa orang tewas.
“Sekitar 20 orang memasuki ruang ganti dan empat di antaranya meninggal dunia,” jelas Javier Roca.
Javier Roca tidak menyangka militan Arema FC, Aremania masuk ke lapangan seusai peluit panjang dibunyikan untuk menghampiri Aldison Maringa dkk.
“Kami tidak pernah mengira ini akan terjadi. Para pemain memiliki hubungan yang baik dengan suporter,” terangnya.
Korban Anak Laki-laki
Situasi Kanjuruhan kala itu memang pilu. Setelah melakukan konferensi pers, Javier Roca melihat dengan mata kepalanya, seseorang sedang membopong mayat anak laki-laki.
“Saya pergi ke ruang ganti dan beberapa pemain tetap berada di lapangan. Ketika saya kembali dari konferensi pers, saya menemukan tragedi di stadion. Ada korban anak laki-laki,” imbuh Javier Roca.
Baca Juga :
Jual Saldo Paypal
Jual Beli Saldo Paypal
Saldo Paypal Terpercaya
Javier Roca lalu menyaksikan insiden tragedi Kanjuruhan yang mungkin akan selalu terngiang sepanjang hidupnya.
“Yang paling mengerikan saat korban masuk untuk dirawat tim dokter. Sekitar 20 orang masuk dan empat orang meninggal. Ada suporter yang meninggal di pelukan pemain,” ungkapnya.
Javier Roca Menganggap Polisi Kelewat Batas
Lantaran tengah menduduki ruangan konferensi pers, Javier Roca tidak berada di lapangan ketika kerusuhan meletup. Dia hanya melihat foto dan video. Namun, ia menganggap tindakan kepolisian dalam menghalau suporter sudah kelewatan.
“Tragedi itu tidak hanya disebabkan satu penyebab. Stadion tidak siap. Mereka tidak menyangka kekacauan sebesar itu. Tidak pernah seperti ini terjadi di stadion dan begitu banyak orang yang berlarian,” tutur Javier Roca.
“Saya kira polisi melampaui batas. Padahal saya tidak di lapangan dan saya tidak merasakan kejadiannya. Melihat gambar itu, mungkin mereka bisa menggunakan teknik lain.”
“Ini adalah stadion yang terpencil. Kami berada di kota yang relatif kecil. Tidak ada kapasitas yang cukup,” kata mantan pelatih Persik Kediri tersebut.
Tidak Ada Sepak Bola yang Sebanding dengan Nyawa
Terakhir, Javier Roca berdiri dengan banyak pihak yang menginginkan perdamaian dalam sepak bola, khususnya di Indonesia.
“Tidak ada hasil dalam permainan apa pun, betapa pun pentingnya, itu bernilai nyawa,” ucap Javier Roca.